Rabu, 16 Desember 2015

Guru Menulis: Siapa Takut?



Guru Menulis: Siapa Takut?


            Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia. Para guru hendaknya menyadari profesi mulia ini. Guru harus dapat memahami peran dan fungsi guru di sekolah. Guru sekarang bukan hanya guru yang mampu mentransfer ilmunya dengan baik, tetapi juga mampu digugu dan ditiru untuk memberikan tauladan yang tidak hanya sebatas ucapan tapi juga tindakan. dan yang tak kalah penting  adalah adanya soft skill guru.



            Pada pasal 10 Undang-Undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa kompetensi guru itu ada empat : Kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Dalam penjelasan disebutkan rumusan setiap kompetensi tersebut: Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran  peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik semua guru, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi inilah yang masih belum terlalu dieksplor oleh para guru, selama ini guru hanya menjalani rutinitas keprofesionalannya mengutamakan bidang pemahaman, menguasai substansi keilmuan bidang yang diajarkannya.



            Menulis ternyata menjadi salah satu kompetensi guru, tetapi perlu upaya mengubah cara berpikir dan proses membiasakan diri. Keterampilan menulis bagi seorang guru memerlukan adanya motivasi dalam diri guru itu sendiri karena tanpa adanya motivasi gerakan menulis sulit membuahkan hasil yang maksimal atau memadai.  Namun, tampaknya hingga saat ini, motivasi menulis di kalangan guru masih tergolong rendah. Harus diakui, meraih predikat guru sebagai penulis sepertinya bukan hal yang mudah. Ada banyak faktor yang memengaruhinya. Selain dukungan kebijakan, apresiasi, dan finansial yang masih minim, juga belum kondusifnya budaya menulis di kalangan guru.



            Setiap guru sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukannya. Guru pun bisa mengikuti perkembangan isu dan wacana pendidikan di media massa untuk direspons lewat tulisan. Belum optimalnya guru menulis boleh jadi karena memang malas dan tidak ada komitmen. Mungkin dulu Guru masih punya alasan tidak bisa menulis karena tidak mempunyai waktu, Bagaimana dengan sekarang, dengan adanya perhatian pemerintah tentang kesejahteraan para guru ini seharusnya mereka lebih punya waktu luang untuk menulis.



            Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terhipnotis oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Terjaga dari sesuatu yang kurang bermanfaat. Saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seorang guru terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik. Guru yang sukses dalam hidupnya adalah yang pandai memanage waktu dengan baik.



 Lebih lanjut menurut Hairston, ada beberapa alasan yang jauh lebih penting, mengapa tulis menulis sangat diperlukan seorang pendidik yaitu:



1.      Kegiatan menulis adalah sarana untuk menemukan sesuatu. Dengan menulis kita dapat merangsang pemikiran kita.



2.      Kegiatan menulis dapat memunculkan ide baru.



3.      Kegiatan menulis dapat melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep ide yang kita miliki.



4.      Kegiatan menulis dapat melatih sikap obyektif yang ada pada diri seseorang.



5.      Kegiatan menulis dapat membantu diri kita untuk menyerap dan memproses informasi



6.      Kegiatan menulis akan memungkinkan kita untuk berlatih memecahkan beberapa masalah sekaligus.



7.      kegiatan menulis dalam suatu bidang ilmu akan memungkinkan kita unutk menjadi aktif dan tidak hanya menjadi penerima informasi.



 



Siapa pun guru pastinya menginginkan kariernya menanjak. Untuk dapat naik golongan, guru tak mungkin mengelak dari kemampuan menulis. Kenaikan golongan juga akan berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan. Sudah saatnya guru di Indonesia menyadari hal tersebut. Sesungguhnya persyaratan naik  golongan tidak cukup hanya mengumpulkan angka kredit mengajar. Salah satu komponen agar guru dapat naik golongan adalah menulis. Dengan kata lain, menulis adalah tuntutan dari profesi guru yang tidak terhindarkan.



            Adanya sistem penilaian kinerja guru yang baru ini. Seorang guru kini tidak mudah lagi naik pangkat, Seorang guru tidak bisa lagi mengandalkan pengetahuan lamanya. Pengetahuan guru harus selalu diupdate.  Aturan baru Angka Kredit bagi kenaikan Jabatan Guru ini akan berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2013 dimana untuk kenaikan pangkat jabatan fungsional guru serendah-rendahnya Golongan III/b diwajibkan membuat karya inovatif berupa penelitian, karya tulis ilmiah, alat peraga, modul, buku, atau karya teknologi pendidikan yang nilai angka kreditnya disesuaikan. Peraturan baru yang mengatur kenaikan pangkat jabatan fungsional guru (guru dan kepala sekolah) telah terbit dan ditetapkan berdasar:



  1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 16 Tahun 2009 tanggal 10 November 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

  2. Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tanggal 6 Mei 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

  3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya



            Kesimpulannya, peraturan baru ini bisa saja akan semakin membuat guru terpacu untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin. Karena  itu guru harus punya prinsip no limits to study: tidak ada limit  dalam menuntut ilmu. Jika guru ingin kariernya menanjak, maka rajinlah menulis. Imam Ghazali berkata, “Kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis. Dengan menulis kita bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia tanpa batas” Bangunlah reputasi baik sebagai guru,  sebuah kontribusi nyata menyiapkan generasi masa depan bangsa yang lebih baik. Akhirnya guru menulis, siapa takut?....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar